Cokelat Topeng Malangan karya Maria Carmela dan Djoko Rendy |
Ada banyak jajanan khas
produksi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Malang yang bisa dibuat oleh – oleh.
Salah satunya adalah cokelat Topeng Malangan. Penyuka makanan manis sekaligus pecinta
seni budaya tentu bisa memilih produk ini.
Topeng Malangan jamak diketahui
dibuat dari bahan kayu, bubur kertas, batu sampai tembaga. Dikenal untuk seni tradisi
dan budaya berupa Wayang Topeng Malangan. Sering juga pecinta benda seni memampang
Topeng Malangan di dinding rumahnya.
Ide cokelat Topeng
Malangan ini berasal dari pasangan suami istri Djoko Rendy dan Maria Carmela,
warga Kelurahan Bumiayu, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Djoko adalah
seniman, pembuat replika Topeng Malangan berbahan besi, kayu sampai cor beton sejak
tahun 2008 silam.
Maria menyebut ada misi
khusus saat membuat cokelat dengan karakter Topeng Malangan itu. Menyasar anak
muda, penikmat makanan manis yang tak begitu kenal dengan budaya warisan
leluhur.
“Tidak semua anak muda
suka dengan budaya leluhur. Cokelat ini untuk memperkenalkan warisan budaya ke anak
muda seperti itu,” kata Maria.
Maksudnya, calon
pembeli yang sebelumnya tidak tahu tentang Topeng Malangan diharapkan akan
mengenal ada kesenian ini. Cokelat karakter Topeng Malangan ini komposisinya
berupa cokelat, gula, susu dengan tambahan perasa seperti mint. Ada beragam ukuran
yang dibuat dengan harga bervariasi.
Mulai dari paling kecil
ukuran dua sentimeter seharga Rp 5 ribu sampai paling besar ukuran tinggi 30 sentimeter
selebar 19 sentimeter yang dibanderol Rp 250 ribu per biji. Cokelat ini tanpa
bahan pengawet, tapi tahan paling lama 1 tahun jika disimpang dalam suhu yang
tepat atau tak sampai leleh.
“Dijamin aman
dikonsumsi karena telah melalui serangkaian uji coba. Asal tak kena panas,
cokelat awet sampai setahun,” tutur Maria.
Maria Carmela bersama Cokelat Topeng Malangan kreasinya |
Seni Topeng Malangan
dengan kisah Panji Asmorobangun ini sebenarnya memiliki 76 karakter. Tapi Maria
hanya memilih tujuh karakter utama saja untuk dibuat sebagai cokelat. Yaitu, tokoh
Panji Asmorobangun, Dewi Sekartaji, Ragil Kuning, Patih, Gunung Sari, Bapang
dan Kelono.
“Karena tahan lama, tak
usah buru – buru mengkonsumsi cokelat ini. Kalau sudah bosan, silakan
dikonsumsi,” ujar Maria.
Ia dan suaminya tak
segan mengajari para pelaku Usaha Kecil Menengah di Malang Raya untuk membuat
cokelat ini. Maria juga sering diminta bantuan oleh Dinas Koperasi dan UKM
maupun Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk mengajari ibu – ibu PKK. Bagi
Maria, mengajari berarti turut menyebarluaskan seni budaya nusantara ini.
“Karena kami ingin
cokelat ini sebagai media edukasi tentang Topeng Malangan, terutama untuk anak
muda,” ungkapnya.
Replika Topeng Malangan
bahan kayu, beton cor dan termasuk cokelat ini tiap hari dipajang di Pusat
Studi Ken Dedes Singosari, Kabupaten Malang. Selain itu juga masuk ke pusat oleh – oleh maupun ke
hotel. Bahkan, dalam sebuah pameran budaya ada warga Jerman yang tertarik dan memesan
cokelat itu untuk dibawa ke Jerman.
“Memang tidak rutin,
tapi sudah beberapa kali dikirim ke Jerman,” kata Maria.
Topeng Malangan dari berbagai bahan karya replikator Djoko Rendy |
Mengutip dari berbagai
sumber, Wayang Topeng Malangan adalah tradisi masyarakat Jawa yang diduga telah
ada sejak Raja Gajayana berkuasa di Kerajaan Kanjuruhan di abad 8 Masehi. Kesenian
ini diduga dipertontonkan oleh pihak kerajaan di Candi Badut dengan maksud menyampaikan
kebijakan atau mendidik masyarakat saat itu.
Alur cerita mengambil
dari kisah Mahabarata dan Ramayana yang bersumber dari kesusasteraan India. Lebih
sering menjadi bagian ritual atau persembahyangan di masa itu. Tapi dalam
perkembangannya, di masa Raja Kertanegara era Kerajaan Singasari, seni Topeng
Malangan menjadi sebuah seni tari yang berkisah tentang Panji.
Cerita Panji mengkisahkan
kepahlawanan dan kebesaran kesatria Jawa pada masa Jenggala dan Kediri. Cerita Panji
direkonstruksi oleh Singasari untuk kebutuhan legitimasi kekuasaannya yang
mulai berkembang.
Komentar
Posting Komentar